Rabu, 10 Desember 2014

Semu Tapi Nyata


Ria. Temanku yang polos. Berasal dari desa sebelah timur. Kalau ngomong sering disertai hujan grimis dari bibir seksinya. Lucu dan kocak. Tingkahnya masih seperti anak kecil. Kalau bertanya tanpa berfikir panjang dulu. Langsung asal ceplos seperti orang tak punya dosa.
“Nis, btw kamu kok sering sama ayahmu ketimbang sama ibukmu?” seperti tak punya sungkan, Ria, teman baruku sekampus melemparkan secuil pertanyaan namun berpengaruh besar terhadap perasaan hatiku.
Aku hanya tersenyum kecil tanpa kata.
“trus waktu kamu lihat karnaval kemarin, kok sama ayahmu? Batinku, kenapa gak sama ibumu? Kok lebih dekat sama ayahmu ya? Aku bingung” dilanjutkannya kembali dengan segundang pertanyaan yang hampir saja membuat mataku berlinangan air mata.
Aku teramat sangat menahan rasa sakit itu. Kembali lagi, aku diingatkan oleh peristiwa yang menyayat. Tapi aku tetap berusaha tersenyum. Seakan tidak ada apa-apa dan sedang tidak risau karena apa-apa. Kuhadapi pertanyaan kejam itu. Agar dia tak lagi bertanya akan hal itu.
“aku sudah gak punya ibu. Ibuku sudah nggak ada” jawabku dengan nada rendah.
“ah masak? Aku gak percaya. Kamu pasti bercanda”
“lha ngapain aku bercanda, toh juga gak ada gunanya aku bohong. Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada Nia, sahabatku”
Bergegas, Ria berlari kecil mengahmpiri Nia dan menyakan akan ketidakpercayaannya itu.
“nia, emang benar ta Nisa udah gak punya ibu?” tanya Ria kepo.
“heh! Ngawur kamu. Jangan gitu, nanti dia ingat ibunya lagi. Kamu itu!” jawab nia sambil menengok kearahku dengan nada agak tinggi dan sedikit memarahi ria lewat mimik wajahnya.
“halah, kamu juga bohong yaa.. Aku gak percaya. Pasti kalian berdua sekongkol bohongin aku” bantah ria dengan cengengesan.
“astagfirullahaladzim.. ya allah.. kuatkan aku. Bantu aku menahan air mata ini ya allah.. astagfirullah.. sabar nisa sabar.. kuat...”keluhku dalam hati.
“ria tidak salah. Memang dia kan belum tahu kalo ibumu sudah meninggal, lagipula apasalahnya dia sedikit tau tentang keadaan keluargamu yang sebenarnya. Kuat nisa, sabar... hadapilah pertanyaannya dengan hati lapang nan senyum hangat”
“riaaa. Bodoh sekali kamu. Bodoh bodoh bodoh. Apa wajahku benar-benar seperti pembohong sehingga kau tak percaya apa yang aku katakan. Padahal sudah kuperjelas, bahwa ibuku sudah tiada. Tapi kenapa kamu masih saja seperti orang bodoh yang terus saja tak percaya akan semua uraianku? Kenapa ria kenapaaa.....”
“lagipula apa juga manfaatnya aku berkata bohong jika ibuku sudah tiada. Kamu gila ya ria? Kamu gila? Haaaa. Seharusnya kamu itu mikir. Mana ada anak yang berpura-pura menganggap ibunya sudah tiada padahal beliau masih hidup? Haa kamu pikir dong! Hanya orang tak berakal dan pasrah untuk jadi anak durhaka yang tak mau mengakui keberadaan orang tuanya. Astagfirullah.. jauhkanlah aku dari insan yang seperti itu ya allah...”
Usai hati berkonflik, aku kembali tegap lagi dengan senyuman. Aku tak ingin orang disekitarku tau bahwa aku hancur saat pertanyaan tadi keluar dari bibir ria yang padahal itu sangat memukulku. Biarlah aku dan Allah yang tau akan hati kecilku berkata. Maafkan aku teman aku telah bermuka dua dihadapan kalian. Aku hanya tak ingin kalian iba denganku. Aku tak ingin melihat kalian sedih akan kenyataan hidup yang sempat pahit itu. Biarlah aku sendiri yang mengenyamnya dalam hati dan menyimpan rapat  dalam sanubari.


Namanya juga remaja. Ada duka dibalik cinta. Lebih tepatnya remaja yang mengenal cinta, hidupnya tak akan jauh dari istilah yang bernama GALAU.
Nia, sahabatku, teman sekampusku, teman sebangku. Ceritanya dia sedang galau, keingat sama lelaki yang dulu waktu SMA pernah mewarnai hidupnya.
Suatu ketika saat dia sedang dilanda galau, dicurhat dengan si A. Si A bilang “udahlah stop aja. Gakusah lagi kamu ingat-ingat dia. Dia itu kan udah punya pacar. Lagipula, dia itu udah serius dengan pacarnya. Aku tau semua. Udah, yang penting kamu stop” begitulah nasehat dari si A untuk Nia.
Nia sempat syok dengan kalimat itu. Sempat nangis juga. Lalu si A bilang gini “ udahlah, kamu itu lelaki kayak gitu stop aja. Nisa aja yang kehilangan ibunya bisa tegar, masak kamu tidak bisa”
Deg! Hatiku bergetar.
Baru saja kemarin nia bercerita tentang ini. Dan sepotong kalimat terkahir ucapan dari si A sanggup membuatku menganga.
Dan pada intinya, teman baruku, teman sekampus menilai bahwa aku adalah wanita yang tegar. Memang aku selalu berusaha menampakkan kepalsuanku agar aku bisa menutupi semua luka sempat terselip dalah lika-liku kehidupanku. Aku juga sempat bangga, karena aku telah berhasil memanipulasi mereka.
Mereka tak tau bahwa sebenarnya tiap malam aku selalu teringat ibuku. Aku menangis. Hanya bantal dan guling yang selalu ada untukku. Tak ada sandaran yang nyaman memang. Namun aku selalu menemukan kekuatan dibalik doa yang selalu kupersembahkan untuk ibuku tercinta dari situlah aku bisa kokh kelmbali. Tegar. Kuat. Sehingga mereka selalu mengira bahwa hidup sangat jauh dari luka. Padahal......
Rasanya seperti masih MIMPI. Tapi ini nyata.
SEMU tapi ini NYATA.
Ibu terlihat semu karena sekarang tak serumah lagi dengan aku, ayah, dan adik. Rumah ibu semu. Bisa diungakpakan dengan kata-kata tapi tak bisa untuk disentuh.
Sejauh apapun aku melangkah..
Kau kan slalu dihatiku..
Semua apapun yang terbaik..
Kupersembahkan hanya untukmu..
Ibu..
Terkadang, ibu tercium wangi didekatku. Sangat wangi bahkan. Mungkin ibu rindu denganku dan juga ayah, sama adik. Karena itulah itu membesuk kami dirumah. Tapi kenapa hanya bau wangimu saja yang tercium, Bu? Mana penampakanmu yang asli? Mana, Bu..
Kenapa ibu sekarang menjadi bayangan semu?
Bu, ini nyata ya?
Bu, ini seperti masih mimpi.
Bu, aku rindu ibu.
Dan rindu ini nyata bu, bukan semu.







_Aku mencinta ibu_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#QUOTESOFME (PART 2)

Silahkan disimpan bila Anda mau. Boleh juga dijadikan caption di instagram Anda. Untuk lockscreen hp juga bisa. Syaratnya satu, jangan ab...