Selasa, 03 Maret 2015

3339mdpl


Alam itu indah
Indah itu saat berkelana dengan alam
Aku suka alam
Aku mencintainya
Aku kagum akan kebesaranNya
Aku terlena saat berada diatas sana
Jauh-jauh hari persiapan untuk kencan dengan alam telah diracik sedemikian rupa. Mulai dari tas carrier yang berisi peralatan pribadi, makanan, jaket, dan peralatan lainnya yang berbau dengan pernak-pernik untuk keperluan naik gunung telah aku persiapkan secukupnya.
Tujuan muncak agenda 23-25 februari 2015 adalah di kota pasuruan tepatnya di gunung yang masih aktif dan terjaga kelestariannya, yaitu gunung Arjuna. Yang katanya merupakan gunung tertinggi kedua setelah gunung semeru. 3339mdpl.
Saat perjalanan hampir sampai di kota Malang, terlihat sangat jelas gunung yang menjulang tinggi mencuri pendanganku. Tak henti-hentinya aku mengguman lewat batin dan berkata, “subhanallah, tingginya ciptaanMu setinggi KuasaMu”
“eh gunungnya bagus ya”, ucapku spontan.
“itu gunung penanggungan. gunung itu kurang lebih Cuma 1600mdpl. Bayangkan berapa kali lipatnya gunung arjuna. Sangat beda jauh,” ”, sahut temanku.
“wiiihh, padahal itu sudah tinggi lo, lha trus apa bisa aku sampai ke puncak arjuna 3339mpdl?” jawabku dengan nada pesimis.
Oh tuhan gunung penanggunang aja segitu, bagaimana dengan arjuna? Belum lagi medannya bagaimana? Seruan-seruan kepesimisan satu per satu datang menggeluti pikiranku yang hampir saja kalut.
Tapi aku tetap percaya bahwa aku bisa berada di atas puncak arjuna. Berdiri tegap dengan menikmati hembusan angin yang menerpa wajahku nanti. Aku terus membayangkan hal-hal indah saat aku sampai menginjakkan kaki on the top of arjuna. Untungnya, rasa pesimis yang sempat memenuhi volume pikiran tadi, seketika hilang saat aku bisa menyakinkan pada diriku sendiir bahwa aku bisa mencapai puncak. Karena semua tidak ada yang instan, semua butuh pengorbanan, dan semua pasti akan ada jalan jika aku mau berusaha, yakin, dan berdoa. Begitulah cara singkatku untuk memulihkan semangat dan membangun keyakinan dalam diriku.
***
Namanya juga kota malang, hujan adalah ciri khasnya. Dingin dan mendung bukanlah hal yang awam lagi.
Bukan hujan yang menghalangi langkah ini
Bukan pula balutan rasa malas dan jijik akan beceknya medan untuk menuju puncak
Kami adalah pecinta alam
Tak kenal kotor dan keluh kesah
Kami memiliki tekat yang kuat
Jiwa kami sekokoh akar
Nyali kami serimbun rerumputan
Dan cita-cita kami setinggi puncak di atas awan
Hujan lebat membasahi tanah tempat kami berpijak. Dengan memakai matel dan memikul tas carrier yang beratnya cukup dirasa, langkah kami terus melaju. Pelan tapi pasti. Tak kami hiraukan seberapa lebat hujan turun hari itu. Tak kami pikirankan bagaiman raut muka kami yang kusut terkena ribuan tetes air hujan menyapu bersih wajah yang tak sempurna ini. Kotor sudah pasti. Dingin ya tentu saja. Belum lagi sepatu kemasukan air yang membuat beban ayunan langkah kaki menjadi lebih berat dan rasa haus yang kami tahan adalah bagian dari melatih kesabaran demi berkencan dengan alam. Sesekali rasa haus kami luapkan dengan minum air hujan yang terkadang masuk dengan sendirinya melalui celah garis hidung yang pada akhirnya turun ke bawah masuk ke mulut. Siapa sangka saat itulah, kami baru saja minum air hujan yang entah bagaimana rasanya, yang jelas menurutku seperti air biasa yang tak berasa.
Medannya cukup memacu adrenalin. Baru awalnya saja sudah terjal, becek, berlumpur, dan licin. Jika tidak berhati-hati jatuhlah sudah. Jika tak konsentrasi tersandunglah sudah. Jika fokus maka selamatlah.
Menurut informasi dari pihak yang mengelola gunung arjuna, gunung ini adalah gunung yang masih aktif dan memiliki sumber airr yang cukup memdai. Ada 7 pos untuk menuju puncak arjuna. Pos-pos itu tak lain memiliki funsi sebagai tempat itu beristirahat sejenak bagi para pendaki. Aku tak banyak tau ada hewan apa saja yang ada didalamnya. Yang pasti ada satu hewan yang tergolong cukup membahayakan namun bisa dijinakkan, yaitu anjing. Di sana, anjing ibarat ayam yang bertebaran dimana-mana. Sesekali anjing-anjing itu mengikuti kami para pendaki. Jika kita takut dan seakan ingin menghindar, anjing itu malah bergegas untuk mengejar. Namun jika kita santai dan berfikir positif padanya, anjing itu akan luluh dan tidak akan mengganggu kita.
Menuju puncak adalah hal yang mudah jika dalam sebatas bayangkan dan angan. Namun sangat bertolak belakang jika dilalui proses demi prosesnya. Banyak hal yang menyulitkan untuk samapai menuju puncak. Salah satunya adalah mengalahkan rasa lelah.
Kaki yang harus melangkah jauh dari biasanya
Keringat yang berproduksi lebih banyak dari biasanya
Leher yang sering menunduk kebawah
Melihat terjalnya lajur khatulistiwa
Dan jutaan klorofil yang terus memberi semangat
Adalah amunisi bagi kami
Agar bisa sukses berkencan dengan alam
Di puncak 3339mdpl
Tiga hari dua malam berada di alam bebas. Makan ala kadarnya. Nasi tak matang, lauk-pauk dan sayur harus berbagi sana-sini, tidur beralaskan matras yang sama sekali tidak mepuk. Tak ada selimut. Padahal cuaca sangat dingin. Ya aku hanya bisa menahan itu semua. Akupun tak mengeluh karena ini adalah pilihanku untuk 3 hari hidup di alam bebas. Ya aku harus sadar diri akan situasi dan kondisi yang serba tak mandi, tak BAB, dan lainnya seperti orang pinggiran yang sedang kesusahan mencari pencerahan listrik dan sangat jauh gadget. Hanyalah kebersamaan yang ada. Canda tawa dan susah bersama hingga puncaklah nantinya yang akan mengobati luka sementara antara aku dan alamMu.
Ternyata 3339mdpl itu sangaaaaattttttttt jauh dan tingiiiiiiiiii sekali. Mungkin aku adalah orang lebay yang baru terkagum-kagum melihat gunung setinggi ini. Tak jarang rasa lapar dan haus menghampiri nafsu yang tiada henti ini. Kalau lapar aku masih bisa menahan. Tapi kalau haus? Selama 10 jam memulai pendakian dari pos 5 pukul 03.00 WIB , kami hanya membawa persediaan air kurang lebih hanya 5 botol aqua volume 1500liter. Itupun sudah minus 3 botol untuk minum usai makan pagi di tengah perjalanan. Dan sisa dari 2 botol itu kami awet-awet untuk 24 orang melanjutkan perjalanan 3 jam lagi. Bayangkan, bagaimana kami melawan rasa haus? Minum saja pakai takaran 1 tutup botol. Belum lagi kaki yang sudah hampir mati rasa karena terlalu seringnya merasakan apa yang namanya itu pegel.
Setiap aku mengambil langkah kaki, tak pernah lupa kuiiringi ucapan “astagfirullahaladzim, allahu akbar, kuatkan aku ya Allah..” begitulah gumamku dalam hati sembari aku terus meminta energi kepada Sang Illahi untuk sampai menuju puncak tertinggi.
Kesabaranku semakin diuji, karena aku terus dibohongi. Katanya puncak sebentar lagi, namun nyatanya apa? Masih harus  berjalan lagi lagi dan lagi. Sempat aku merasa kecewa akan sikap yang seperti itu. Namun setelah aku berfikiran jernih, ternyata kata “sebentar lagi” itu adalah semangat agar kita tak putus asa dan terus melangkahkan kaki walau rasa haus dan capeknya betis sudah tak karuan.
Kurang lebih 1 jam lagi kami sampai ke puncak. Dilihat dari kejauhan, awan semakin dekat dengan kami. Indahnya langit yang biru dan awan putih yang menghiasi pandangan bola mataku membuat hati semakin tenang dan rasanya ingin segera sampai ke atas sana. Suara angin yang bagaikan suara kendaraan bermotor semakin membuat aku penasaran ada gerangan apa di atas puncak sana. Usai aku berandai-andai kecil dengan imajinasiku, ada hal yang membuat aku harus menghentikan imajinasiku itu. Salah satu temanku, Wulan, menangis. Wajahnya pucat, persediaan air habis. Katanya dia sudah tak kuat lagi dan ingin stop sampai di sini. Dia terus diam tanpa kata, lalu aku memeluknya dan berkata “kamu kenapa nangis, kuat kuat kuat ! yakin bisa sampai puncak. Nanti kalu sudah sampai puncak nangislah sesukamu. Tak temani mengis, ntar ayo dipuasin kalo nangis. Tapi, sekarang pending dulu nangisnya. Semangat!!!” begitulah caraku menyemangatinya. Aku tak bisa memberinya minum, karena aku tak unya minum. Hanya bisa memeluknya, memberinya sedikit semangat kalau kita bisa menaklukan arjuna. Kita bisa berdiri dia atas puncak arjuna bersama.
Langkah demi langkah kami ayunkan. Panas terik matahari semakin menggugah gairah untuk minum walau hanya seteguk air. Namun, fakta berkata lain yang lagi lagi kami harus bisa menahan haus dan hanya bisa menelan air liur.
Suara gemuruh angin bak kendaraan bermotor di kota metroplotan semakin keras. Tiba-tiba saja saat kurang lebih 15 menit puncak di depan mata, mendung seketika datang. Langit biru berubah wujud dipenuhi dengan awan hitam kejam. Mungkin karena aku lelet dan lemah, seringnya untuk beristirahat, aku belum sampai di atas puncak. Padahal sudah ada teman-temanku yang mengibarkan bendera merah putih di puncak sana. Awalnya aku hendak melanjutkan ke puncak, namun berhubung cuca tidak mendukung dan teman yang masih berada dibawahku menyuruh untuk segera turun, kamipun dengan berat hati harus merelakan 15 menit itu. Kecewa dan sedih bercampur rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang saat itu aku rasakan. 15 menit lagi walau jalan tak landai, seharusnya bisa aku taklukan. Namun, karena aku mendaki secara sosial, otomatis aku harus melenyapkan rasa egoisku. Aku harus turun ke bawah karena hujan sekiranya akan turun.
Kata pembinaku,”pendaki sejati adalah oendaki yang bisa mengalahkan rasa egosinya. Jika usai mendaki dalam dirinya masih memiliki rasa egois, berarti dia belum berhasil”.
Kata-kata itulah yang terus aku ingat sampai sekarang. Pembekalan berupa motivasi yang terus membekas dalam diri.
Usai aku ingat kata-kata itu, rasa kecewa yang sempat mengkring dalam rohku, perlahan telah hilang. Lagian, walaupun belum sampai puncak tulisan 3339mdpl, aku sudah berhasil mendaki kurang lebih 3000mdpl tanpa sakit dan masih kuat menuruni gunung dan bukit-bukit arjuna. Aku bersyukur, bisa berdiri di atas awan dan dari kejauhan bisa melihat puncak gunung tertinggi se-jawa yaitu gunung semeru dari gunung yang aku pijaki saat itu, sunung arjuno. Sungguh tiada hentinya aku mengagumi atas segala pemberian dan ciptaanMu Yaa Rabb..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#QUOTESOFME (PART 2)

Silahkan disimpan bila Anda mau. Boleh juga dijadikan caption di instagram Anda. Untuk lockscreen hp juga bisa. Syaratnya satu, jangan ab...