Kiranya bagi
jagad raya malam ini adalah malam paling indah untuk sejarah hidup yang hanya
bisa dinikmati sekali seumur hidup, sebaliknya bagiku malam ini menjadi malam
terburuk dari malam sebelumnya.
Entahlah hal apa
yang sesungguhya telah membuatku bisa mengartikan malam yang buruk seperti ini,
sampai saat ini aku masih kesulitan untuk menemukan jawabannya. Metamorfosa
replika siang dalam malam memang tak bisa ditebak. Terkadang yang awalnya
diawali dengan tangisan, malah akan berakhir dengan kebahagiaan, begitu pula
sebaliknya. Pagi tadi memang awan telah menangis, seharusnya malam ini tidak
menjadi malam yang miris bukan? Tapi, fakta berkata lain. Dan yang lebih
buruknya lagi adalah malam ini semakin tragis. Sungguh fantastis keterpurukan
malam yang terjadi hari ini.
Bisa dibilang
aku adalah tipe orang yang pelit untuk bercerita. Kebanyakan yang aku tuangkan
dalam rajutan cerita yang selalu tak beraturan ini, hanya mengarah pada inti
permasalah. Dan pokok daripada cerita malam ini yaitu “ada harapan di sela malam
yang tragis ”
Entahlah, pada
menit yang ke 58 lepas dari pukul 21 hati yang teramat dalam terus menyeruak
agar aku meluapkan buruknya malam yang kian detik kian gelap gulita. Untuk itu,
aku memilih untuk mengikuti arus saja, jika jari manisku ingin merangkai kata
ini, aku akan mengabulkannya. Maka, jadilah cerita yang selalu sama dengan
cerita berikutnya, yaitu cerita yang tak pernah teratur dan memiliki alur.
Pernahkan kalian
merasa bahwa tiba-tiba muak dengan keadaan di sekitar? Pernahkah kalian secara
spontanitas merasa bahwa kalian hidup diantara orang-orang yang laykanya
seperti benda mati? Dan pernahkah kalian menginginkan sesuatu apapun itu yang
endingnya bisa membuat hati menjadi lega? Tapi masalahnya, sesuatu yang
bagaimanakah itu?
Entahlah..
Pada gelapnya
dunia segelap hati yang gagap untuk berkata mengapa, tiba-tiba aku ingin bebas.
Lari sejauh mungkin menjemput pintu kedamaian. Andai saja, aku punya kantong
doraemon, pasti aku sudah meminta sesuatu apapun itu yang nantinya bisa membuat
aku bahagia dan tertawa, walau aku tau, pasti hal itu hanya bersifat
“sementara”. Tak peduli apakah akan sementara atau selamanya, yang jelas di
malam yang aku artikan sebagai malam terburuk ini, aku ingin berharap padanya
bahwa suatu hari nanti aku bisa berkesempatan menatap dunia lebih lama tanpa
ada rasa duka. Aku ingin menikmati hembusan angin dicampur dengan santapan
langit biru yang nantinya akan benar-benar mencuri pandanganku sehingga aku
akan fokus untuk memandanginya lebih tajam agar aku tak bisa lagi merasakan
hati yang sempat padam. Selanjutnya, aku ingin tempat yang luas memperislakanku
untuk berteriak sekencang-kencangnya agar beban yang sempat aku rasa mengganggu
jiwa seketika bisa pergi ke alam yang
jauh di sana.
Jadi, permohonan
untuk malam yang buruk nan tragis ini ada 3 poin : pertama, aku ingin menatap
dunia tanpa duka. Kedua, aku ingin ditemani angin yang letaknya tak jauh pada
hunian langit biru. Ketiga, aku ingin berteriak lepas di tempat yang
benar-benar pas.
Di sela-sela doa
yang kupanjatkan sebelum aku tidur, aku selalu berharap bahwa ketiga harpan itu
suatu hari nanti akan bisa aku rasakan. Entah, besok saat aku berhasil membuka
mata usai bangun dari tidur, atau mungkin besoknya lagi saat aku berhasil
membuka mata di tempat yang berbeda namun bersifat kekal selamanya. Tidak akan
ada yang tau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar