Gema suara adzan dhuhur
berseru. Dan aku masih terkapar di ruangan kecil bercat putih lengkap dengan
boneka berukuran setengah perawakanku di mana benda mati itu, menjadi saksi
bisu tangis air mata dan tangis bahagiaku.
Kamis. Tepat di mana
seminggu yang lalu aku bertamu di tanah merah rumah ibundaku. Tak lupa
bingkisan bunga mawar merah jambu kutaburkan di sekitar pelataran rumahnya. tak
hanya sekadar bunga yang kubawakan untuk ibuku tercinta, berpucuk-pucuk doa
selalu kuberikan untuknya, agar kehangatan, kenyamanan, kebahagian selalu
menyertainya walau sekarang beliau harus hidup sebatang kara dikeabadiannnya.
Bocorrr!!!! Ah sudah biasa aku kebocoran. Tak peduli berapa liter air mata yang telah bocor hari ini. Lemas badan tak
kuhiraukan. Apalah daya, nafsu makan sama sekali tak ada. Semakin lemas tubuh
ini tak berdaya. Rindu masakan bunda, yang entah kapan lidah ini mampu
mengecapnya.
Sembab sekali mata ini.
Ah. Lapar sekali. Sesekali perut ini berteriak minta energi. Ah. Pusing sekali.
Terasa overload. Terasa belum bisa
menerima kenyataan jikalau sesuatu yang teramat berharga melebihi apapun yang
aku miliki, kini sudah hilang untuk SELAMANYA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar