Selasa, 30 September 2014

Siapakah Aku dimata Kamu?


5 hari lagi adalah tepat 10 bulan hari pernikahan kita. hari esok adalah tepat dimana 29 tahun hari kelahiranmu sayang..
***
Ingat tidak waktu kita SMA dulu, banyak sekali hal yang mewarnai hari-hari kita. Awal jadian, kamu tak pernah absen antar jemput aku. Rasanya seakan dunia milik kita berdua. Sekolah sama kamu, istirahat sama kamu, tugas juga kelompokkan sama kamu. Ah, sesekali moment itu ingin kululangi lagi. Andai aku punya mesin waktu, pasti jika aku merasa rindu dengan masa indah putih abu-abu, tanpa berfikir panjang langsung saja aku klik tombol kembali ke masa putih abu-abu. Ah, itu hanya andai. Mana mungkin bisa terulang?
“ayo pulang..” katamu sambil menggenggam erat tanganku.
Aku hanya senyum kecil dan mengangguk tersipu malu.
“ya ampun San, Aldi so sweet banget. Andai pacarku kayak gitu. Ah, gak mungkin deh. Kamu beruntung deh punya pacar kayak dia, dia itu seakan memperlihatkan banget kalo dia sayang sama kamu. Buktinya kalo pulang sekolah, dia selalu gandeng kamu. Ah so sweet! Bikin iri aja,” kata Ana sahabat dekatkku.
“Ya Tuhan.. apa iya aku seberuntung ini? Memiliki kekasih seperti yang dikata sama Ana? Jika iya, aku sangat bersyukur telah Engkau kirimkan seseorang yang bisa membuatku bahagia. Tapi disisi lain, aku takut Tuhan.. takut jika Engkau mengambilnya dariku” gumamku bahagia bercampur cemas.
***
Aku menikah diusia 27 tahun, sedangkan suamiku diusia 28 tahun. Selisih rentang umur kami yang hanya 1 tahun kerap menimbulkan suatu konflik. Mungkin karena pemikiran kita yang sama-sama labilnya dan egois yang terkadang memuncak menjadikan lika-liku perjalanan kami menuju pelaminan bisa dikatakan curam.
Kini prosefi yang sedang dijalani suamiku adalah seorang pengabdi negara. Sebut saja, polisi. Dari dulu dia mengidam-idamkan menjadi seorang beralmamater coklat berpangkat. Berbagai cara menuju  citanya ditempuh, mulai dari rutin chek up, suntik varises, operasi, dll dilakukan dengan rutin. Sering pula dulu sebelum kami menikah, dia meminta doa dariku supaya apa yang dia inginkan bisa tercapai. Dan alhamdulilah, kini dia bisa mewujudkannya walaupun pendaftaran yang pertama dia gugur di tes akademik. Dan yang kedua ini, dia mampu meraihnya. Aku sangat bangga dengannya.
Aku hanyalah wanita lulusan 1 tingkatan dibawah sarjana. Aku bukan pula wanita yang memiliki kesempatan duduk dibangku Universitas ternama. Aku hanyalah alumnus Politeknik. Meskipun begitu, aku tetap bangga terhadap diriku sendiri karena aku masih tergolong wanita bertitle.
***


Beberapa kemudian setelah UNAS, ada moment penting lagi selain UNAS. Yaitu adalah detik-detik menuju hari kelahiranku. Aku tak seberapa berharap hari kelahiranku datang cepat-cepat. Walaupun nantinya tepat diusiaku yang ke 18 tahun, aku memiliki seseorang yang istimewa dan pastinya hari H ku akan terasa berlipat sempurna karena adanya dia, aku tetap tak begitu antusias dengan hari itu. Entah mengapa aku sendiri juga tak tau.
“selamat ulang tahun Sani.... panjang umur, sehat selalu, sukses, dan blablablablaaaaaa,” ucapan dari Linda salah satu sahabat dekatku.
“Niss, happy birday ya... blablablabla......,” tak lupa Ana juga antusias mengirimkan ucapan itu melalui BBM.
Aku sangat senang sekali, dipertambahan usiaku itu, banyak orang yang mendoakan aku menjadi pribadi yang lebih baik. Mulai dari teman SD, SMP, SMA, teman hang out, bahkan kakak kelas juga ikut berpartisipasi memberiku ucapan doa panjang umur, sehat selalu, dan kawan-kawannya.
Malamnya aku tak bisa tidur, berharap tepat pukul 00.00 Aldi adalah orang pertama yang mengucapkan. 10 menit terlalui. 15 menit. 30 menit. Hingga menit yang ke 60 ternyata Aldi tak kunjung datang memberiku ucapan. Lantas, kupejamkan saja mata ini. Memang ada sedikit kekecewaan yang mendalam akan hal itu, tapi aku juga harus sadar diri dan berfikir positif, mungkin dia lagi ada halangan sehingga tak bisa menjadi yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun. Karena pada waktu hari H ku, secara bersamaan dia juga sedang melakukan serangkaian tes polisi. Jadi ya, aku positif aja dia pasti sedang fokus.
Pagi berganti siang. Siang bermetamorfosis menjadi malam. Kegelapan telah datang. Dan sampai saat itu juga aku belum mendapat ucapan darinya.
“Aldi, kamu kok nggak ngucapin aku selamat ulang tahun,” tanyaku lewat pesan singkat.
“Emang kenapa? Ngucapin kalo nggak langsung itu sama aja enggak,” jawabnya
“ya tapi kan seenggaknya kamu ngucapin,”
“halah, besok aja sekalian ketemu,”
Jawaban yang tak aku duga, keluar dari mulutnya. Padahal awalnya, aku sangat yakin bahwa dia bisa melipatgandakan kebahagiaan ini. Tapi, nyatanya apa?
***
“sayang, kamu lagi gapain,” pagi-pagi aku sudah dibuatnya hanyut akan pesan singkatnya.
“ini, lagi liat tv, emang kenapa,”
“udah mandi?”
“belum lah”
“ih, jorok. Mandi sana”
“males ah”
“kamu sendirian dirumah?
“iyalah”
“adekmu sudah berangkat sekolah ta?”
“udahlah ini lo jam berapa”
“hehehe. Tak temenin mau?”
“ah gak mungkin, kamu lo di malang”
“kalo tiba-tiba aku muncul gimana, hayoo”
“ah impossible”
“gak percaya? Aku kan punya segala cara. Haha. Udah mandi dulu sana, dandan yang cantik ya,”
Setelah beberapa menit aku ngobrol dengannya lewat dunia maya, aku mandi. Sebenarnya bukan karena disuruh dia mandi, tapi memang sudah waktunya mandi. Lagian juga badanku gerah setelah bersih-bersih rumah.
“ah, masak iya Aldi mau ke sini? Dia kan sekarang di Malang” batinku berkonflik kecil didepan kaca saat aku hendak merias diri.
tokkk tok tokkk.... tiba-tiba terdengar suara orang mengetok pintu rumahku.
Dan kalian tau siapa yang pagi-pagi bertamu di rumahku? Aldi. Ya Aldi. Jantungku berdegup kencang seperti rudal yang melejit dengan kecepatan tinggi. Aku masih tak percaya bahwa tamu itu adalah Aldi. Kok bisa? Ya. Inilah hadiah dari Tuhan yang kita tak akan pernah tau kapan dan apakah ini layak untuk kita. Sungguh diluar jalan pikir kita bukan? Sungguh besar KekuasaanNya.
Saat ku bukakan pintu, “hai, ini kado ulang tahunmu yang kemarin sekalian sama anniv kita yang ke 5. Maaf ngasihnya telat. Sekarang aku udah nggak punya hutang sama kamu kan? Kado ulang tahun sama anniv sudah ditangan kamu,” katanya diiringi daratan ciuman dikeningku.
Sungguh luar biasa bahagianya aku saat itu sampai aku tak bisa meludahkan sepeser kata-kata. Aku hanya bisa senyum, seyum, dan senyum, dan dihantui pertanyaan, “Apakah ini nyata? Tuhan jika iya, tolong hentikan detik ini atau perlambat waktu ini agar aku bisa lebih lama berdua dengannya atau sekadar hanya memandanginya”
***
Seperti yang sudah aku katakan tadi, jarak 1 tahun antara usiaku dan usinya kerap membawa dampak buruk bagi kami. Memang kami sudah menikah, tapi kita jarang tinggal serumah. Selain kerana suamiku kerap tugas di luar kota, dia juga harus mengurusi bisnisnya di luar kota juga. Nah, hal itu yang membuat aroma pernikahan ini semakin tak harum lagi. Bahkan, tak jarang juga bau busuk menyelimuti tantangan usia pernikahan kita.
Dia menjadi lebih over protektif. Mungkin semata-mata dia takut aku terperangkap oleh godaan lelaki hidung belang. Ya aku sih sah-sah saja dia memiliki pemikiran seperti itu. Tapi lama kelamaan karena terlalu sering dituduh dengan hal yang tak masuk akal, aku tergoda orang lainlah, sibuk dengan urusan ibu PKKlah, apalah, aku berfikir bahwa dia keterlaluan. Kita ini sudah berumah tangga. Lantas mengapa dia tak bisa bersikap dewasa? Itulah pertanyaan yang sering muncul dalam otakku dan sulit sekali aku menemukan jawabannya.
1 bulan suamiku tak pulang. Aku tau kini bisnisnya semakin jaya dan alhamdulilah nafkah untukku juga selalu dia beri tanpa aku harus merengek memintanya. Suami punya. Harta punya. Tapi ada satu yang aku tak punya. Keharmonisan. Dulu sebelum suamiku memiliki bisnis, dia sangat peka padaku. Kita sering dinner, liburan. Sekarang setelah dia sukses akan bisnisnya, dia menjadi dingin padaku. Jangankan sekadar mengingatkan makan dan sholat, memberi kabarpun jika aku tak mengawalinya, dia apa pernah menghubungi aku? Membalas kata i love you pun, bibirnya terasa berat berkata. Sebenarnya aku siapa sih? Siapakah aku dimata kamu? Rasanya hina sekali kata i love you kau peruntukkan untukku.
Kurang lebih 2 bulan, keharmonisan yang sempat kita bangun kini perlahan menjadi luntur. Pikiranku tak karuan. Dia selingkuhlah, dia sibuk lah, apalah. Tapi yang namanya suami, sesibuk-sibuknya akan pekerjaannya pasti sempat untuk memberi kabar bukan? Istri mana yang kuat dengan sikap suaminya yang dingin seperti tu. Untung hatiku terbuat dari berlian, walaupun dituangi beribu-ribu cobaan sekalipun, akan tetap dan terus bersinar memberikan senyum untuknya.
Apa dia tau bahwa balik senyumanku itu, sebenarnya adalah sebuah senyum kepalsuan. Senyum yang seakan mempelihatkan inilah aku wanita yang tegar, kuat, dan lapang akan semua tudahannya. Padahal yang nyata adalah, inilah aku yang hancur akan semua firasat negatifmu tentang diriku.
“ingat mas, kita sudah berumah tangga. Apakah kau akan terus menghujatku? Sebenarnya apa yang membuat sikap dingin ini melekat pada dirimu?” tanyaku dalam batin yang semakin teriris.
Aku merasa sudah tak sanggup lagi menuntunnya ke jalan yang benar. Mengembalikan dia seperti dulu menjadi sosok yang penyayang, penyabar, tidak egois, apa adanya. Keluhku jika dihitung-hitung mungkin sudah menyandang status tak terbatas. Namun, aku sadar. Aku adalah istrinya, apapun alasannya aku harus bisa mengembalikan suamiku yang dulu. Aku tak ingin rumah tangga yang kita bina ini nantinya akan berujung pada suatu kata yang kejam, yaitu perceraian.
“sebenarnya, aku ini kau anggap siapa? Istri? Mantan istri? Atau mungkin orang yang kamu benci. Entahlah..” firasat negatifku kembali bertanya-tanya.
***
                Detik demi detik tanpa ragu terus bergulir. Begitu juga detik-detik menuju pertambahan usiamu.
“apakah kau akan pulang Mas?” batinku kembali menyeruak.
Semoga kita bisa merayakan hari jadimu seperti tahun lalu, berdua bersamamu dalam linangan kebahagiaan.

Senin, 29 September 2014

Tulisan Tak Bermakna


Dorongan untuk menulis semakin menggebu.  Hari ini, Aku seakan dipaksa oleh hati nurani untuk menciptakan sebuah kreasi melalui ukiran para kata. Tapi aku belum tahu, topik apa yang pas untuk membuat sebuah cerita yang bernilai guna. Sebenarnya banyak sekali ide yang hendak aku tuangkan ke sini. Tapi rasanya, ide ini tidak matching. Lantas, dari mana aku mengawali tulisan ini? Dari a, b, c, atau... ah aku semakin dibuat risau oleh ulahku sendiri yang kini sedang kebingungan mencari ruang inovasi dalam hal menulis.
Hari ini cuaca indah. Wallpaper atap dunia tampak membiru bersih, lengkap dengan hembusan semilir angin nan syahdu. Sayang, hari ini aku tak mencuci baju, padahal cuacanya sangat pas untuk sesi pengeringan baju secara alami.
Aku kembali dibuat seperti orang kebingungan. Paksaan untuk menciptakan ukiran para kata yang baru terus memenuhi volume otakku yang kini sedang kalut dengan banyak hal yang aku sendiri juga tak tahu apa yang membuat kalut.
Kembali jari-jari ini berhenti memencet keypad, seolah pikiran bingung apa lagi yang harus aku tulis. Sesekali kali membaca tulisan ini dari awal, apakah tulisan ini layak aku lanjutkan? Tulisan macam apa ini. Topik tak jelas, intinya belum ada. Ah. Aku tak peduli apapun, siapapun yang nantinya akan menghujat tulisan ini, aku juga harus lapang menerimanya. Toh, tulisan ini juga di post, pasti ada yang membacanya walaupun sedikit.
Hei. Bagaimana ini? Sebenarnya topiknya tulisan ini apa sih? Boro-boro pembaca tau, yang nulis ini saja tak tau apa arti yang dia ketik. Ah.
Terdiam. Terkapar di depan layar monitor. Hening. Hanya terdengar suara bisikan angin.
Layaknya hembusan nafas terakhir yang kemudian sudah tak bisa menghembuskan nafas, aku sudah kehabisan kata-kata untuk melanjutkan tulisan ini. Padahal ini belum dapat 1 lembar halaman. Bagaimana ini? Masak iya sudah cukup sampai di sini? Aaaaa.. aku bingung. Ide yang tadinya berdesak-desakan di otak kenapa secepat ini menghilang? Hei ide, di mana kau? Aku membutuhkanmu. Bantu aku untuk menghasilkan sebuah cerita. Tolong, bertamu lagi ke otakku. Ayo sini cepat. Kamu di mana sih? Sebentar lagi tulisan ini mau jadi selembar lo. Ah. Waktuku jadi habis kan, untuk mencari kamu. Kamu sih main pergi gitu aja. Nggak pamit nggak apa tiba-tiba hilang. Padahal kamu itu detik ini adalah inspirasi aku untuk menulis. Kalau tidak ada kamu, mana mungkin aku bisa lihai mengetik huruf demi huruf dan akhirnya, lihat! Aku bisa menulis. Aku bisa membuat karya. Walaupun tak bermakna, bertema, bertopik, berinti, atau apalah. Yang penting aku bisa mengutarakan apa yang ada diotakku lalu aku salurkan lewat sebuah tulisan.
“kaaaakk..”, suara teriakkan adekku yang baru saja pulang sekolah.
Dan dengan berat hati aku skip dulu tulisan yang tak bermakna ini.

Sabtu, 27 September 2014

Apa Iya Ini Efeknya?

tak biasanya, malam ini aku merasa sebuah kenyamanan tiba-tiba datang padaku. merasa ada seseorang yang selalu berada disampingku. padahal tak ada siapa-siapa. adek tidur sama nenek, ayah mancing, ibu? ibu ya dikeabadiannya sana. apa jangan-jangan roh ibu sengaja datang untuk menemani malamku ini? ah, apa iya? mungkinkah? ah, tau ah aku bingung. sekarang pukul 22.17. otakku penuh dengan tanda tanya. sebenarnya apa yang membuat malam ini aku terasa sumringah? padahal malam minggu ini aku tak pergi kemana-mana, hanya ditemani handphone mini merek china yang kugunakan SMSan dengan kekasih. memang akhir-akhir ini kami tak mesra, tapi aku cukup bahagia masih bisa tukar menukar kabar dengannya. 
kembali kutanyakan pada diriku sendiri, sebenarnya hal apa yang membuat aku lega? setelah kupikir-kipir, ternyata dari sudut otakku terselip jawabannya yang entah benar atau tidak. aku merasa lega. dan yang membuat aku lega adalah......................
dari hati turun ke pena. memang belum banyak tulisan yang aku muat di blog baruku ini. tapi setengah rohku berkata, "inilah efek dari curhat dengan rangkaian para kata. inilah aura setelah apa yang kamu rasa dari hati kamu curhakan melalui sebuah alur cerita yang mungkin sedikit agak kacau. namanya juga pemula. bukan penulis. ya, terusslah menulis jika ini yang bisa membuat kamu lega. tulislah sebanyak mungkin, urusan mendapat apresiasi buruk dipikir belakang. yang penting, ayo kobarkan lagi semangat menulismu!"

Kebocoran Lagi


Gema suara adzan dhuhur berseru. Dan aku masih terkapar di ruangan kecil bercat putih lengkap dengan boneka berukuran setengah perawakanku di mana benda mati itu, menjadi saksi bisu tangis air mata dan tangis bahagiaku.
Kamis. Tepat di mana seminggu yang lalu aku bertamu di tanah merah rumah ibundaku. Tak lupa bingkisan bunga mawar merah jambu kutaburkan di sekitar pelataran rumahnya. tak hanya sekadar bunga yang kubawakan untuk ibuku tercinta, berpucuk-pucuk doa selalu kuberikan untuknya, agar kehangatan, kenyamanan, kebahagian selalu menyertainya walau sekarang beliau harus hidup sebatang kara dikeabadiannnya.
Bocorrr!!!! Ah sudah biasa aku kebocoran. Tak peduli berapa liter air mata yang telah bocor hari ini. Lemas badan tak kuhiraukan. Apalah daya, nafsu makan sama sekali tak ada. Semakin lemas tubuh ini tak berdaya. Rindu masakan bunda, yang entah kapan lidah ini mampu mengecapnya.
Sembab sekali mata ini. Ah. Lapar sekali. Sesekali perut ini berteriak minta energi. Ah. Pusing sekali. Terasa overload. Terasa belum bisa menerima kenyataan jikalau sesuatu yang teramat berharga melebihi apapun yang aku miliki, kini sudah hilang untuk SELAMANYA.  

Sekejam inikah?


Kepada angin kubertanya, apakah dia akan tetap kokoh walaupun tertiup hujan badai?
Kepada rumput kubertanya, apakah dia masih hijau walau ternodai hembusan para debu?
Kepada gula kubertanya, apakah dia masih semanis dulu walau racun telah bercampur dengannya?
Kepada cinta kubertanya, apakah kita layak menyandang status kita?
Kepada kenyataan kubertanya, sekejam inikah  air susu dibalas air toba?

Kamis, 11 September 2014

Kepada Titik-titik Kubertanya

Kepada angin kubertanya, apakah dia tetap kokoh walaupun tertiup hujan badai?
Kepada rumput kubertanya, apakah dia masih hijau walau ternodai hembusan para debu?
Kepada gula kubertanya, apakah dia masih semanis dulu walau racun telah bercampur dengannya?
Kepada cinta kubertanya, apakah kita layak menyandang status kita?
Kepada realita kubertanya, sekejam inikah air susu dibalas air toba?

#QUOTESOFME (PART 2)

Silahkan disimpan bila Anda mau. Boleh juga dijadikan caption di instagram Anda. Untuk lockscreen hp juga bisa. Syaratnya satu, jangan ab...